MAU MENAMBAH TINGGI BAdan? KLIK DI SINI...!

MAU MENAMBAH TINGGI BADAN?

Rabu, 29 Juni 2016

Agama 4

kfvkfdjkgfvfjvfhj

Agama 3

kgkfdkgfkgdfkj

Agama 2

jkcvjkdskdkkv

Agama

nvjkhjfdhujfdsjsb

Pariwisata 4

kcbkcklfcklfjvxjvx

Pariwisata 2

kkfdkjfvbkcblgcbk

Pariwisata

khcdsjdkjxvxmvn

Pendidikan 4

jvkjfdlfdglfml

Pendidikan 3

jsjjkvkmv,fkm

Pendidikan 2

jdjfdkdffbcv,.b

Pendidikan

jdjkdhufdsyhfjndkj

Ekonomi 2

jhjfdhjfdsfdmvndf

Ekonomi

jdfdshjfdhfdshbfd

Politik 2

jhchjjhfhfhj

PolitikPrediksi Peluang di Pilkada



Prediksi Peluang di Pilkada
Posted by PPSHI on 5/31/16 • Categorized as Artikel
Tahun memilih pemimpin baru melalui Pilkada 2017 akan segera berlangsung, banyak bermunculan para kandidat yang berkeinginan maju menjadi orang nomor satu di Aceh. Terhitung ada delapan calon yang berkeinginan maju yaitu Ahmad Farhan Hamid, Abdullah Puteh, Irwandi Yusuf, Muzakir Manaf, Tarmizi Karim, T.M. Nurlif, Zaini Abdullah, dan Zakaria Saman. Mereka semua belum sah dinyatakan bakal calon oleh Komisi Independent Pemilihan Aceh. Bagi saya menarik ingin fokus pada menganalisis satu sosok yang sangat diperhitungkan oleh para kandidat lainnya yakni Muzakir Manaf. Bagaimana tidak? Dalam analisis SWOT, khususnya untuk kekuatan (strengths) yang Jaringan Survei Inisiatif identifikasikan memiliki modalitas yang kuat.
Dimulai sebagai co-incumbent (status wagub Aceh), Ketua Partai Aceh, sumber finansial, Ormas Komite Peralihan Aceh (KPA), sayap pemenangan (Rakan Mualem), underbow Partai Aceh (Putroe Aceh, Pemuda Partai Aceh), di dukung parnas Gerindra, dan lain-lain. Tetapi dalam politik belum menjamin dirinya dengan segala modalitas mampu mengantarkan dirinya menang pada Pilkada 2017. Atau sebaliknya bisa mengantarkan Mualem menjadi gubernur Aceh dengan stretegi politik yang jitu. Disinilah menarik menganalisis, jika Mualem kalah pada Pilkada 2017 nantinya. Ini hanyalah sebuah prediksi dalam hasil amatan. Karena berlaku dalam teori elit, bahwa kekuasaan tidak selalu bertahan selamanya, karena akan mengalami metamorfosis atau bertransformasi ke rezim kekuasaan yang baru dengan menghadirkan elit baru.
Paska damai kekuatan kader Partai Aceh di tidak bisa dianggap remeh, karena di Pileg tahun 2009 memperoleh 33 kursi dari 64 kursi yang tersedia di DPRA (parlemen Aceh). Pada periode Pileg kedua sedikit mengalami penurunan menjadi 29 kursi dari 81 kursi di parlemen. Jumlah kursi yang masih dominan dibandingkan partai nasional maupun lokal lainnya, dimana mampu mengantarkan Muzakir Manaf satu-satunya kandidat yang mencukupi syarat secara administrasi dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Syarat mewajibkan sebesar 15% dari total jumlag kursi di parlemen, kalau menggunakan UU No. 11 tahun tentang Pemerintah Aceh atau 20% jika merujuk pada UU No. 08 tahun 2015 tentang Pilkada.
Hanya saja, berbanding terbalik ketika membaca peluang Muzakir Manaf di Pilkada 2017 nantinya. Tinjaunnya dilihat pada elektabilitas dirinya di mata pemilih (masyarakat) Aceh. Hasil berbagai lembaga survei baik lokal maupun nasional menempatkan Muzakir Manaf tidak unggul dibandingkan dengan kandidat lainnya. Jauh tertinggal dari Irwandi Yusuf manta gubernur Aceh periode 2006-2012, malahan posisi Tarmizi Karim digadang-gadangkan mampu menyalip Muzakir Manaf. apakah Ini berarti pengaruh ketokohan (personal) Mualem sudah mulai tergerus? bahasa lainnya “Mualem Effect” terlihat menunjukan gejala meredup. Tentunya memunculkan pertanyaan mendasar apa yang melatarbelakangi? Ada beberapa faktor janji politik yang tidak mampu direalisasikan, kinerja pemerintahan bersama pasangannya Zaini Abdullah tidak memberikan perubahan siginifikan bagi kehidupan masyarakat, tidak menjaga konsistuen sibuk urusan regulasi atau peraturan, perpecahan di internal PA, dan lain-lain.
Mirisnya lagi terjadinya gesekan berujung perbedaan dukungan terlihat di level kabupaten/kota dalam hal pengusungan kader PA di Pilkada 2017 sebagai bupati/walikota, seperti; Bireun, Abdya, Pidie, Aceh Selatan, Sabang, dll. Hal itu mengakibatkan menimbulkan friksi dalam upaya mendukung Mualem sebagai gubernur Aceh periode 2017-2022. Pemikiran itu secara rational choice berpeluang terjadi. Yang menimbulkan tanda tanya besar bagi publik, meskipun fakta dilapangan friksi itu tampak secara vulgar di lapangan namun di internal PA sendiri mengatakan bahwa mereka masih solid.
Peluang yang memperbesar kekalahan Mualem terletak di pemilihan wakilnya. Bilamana salah pilih wakilnya, maka berdampak pada kekalahan. Rumus baku politik mengatakan memilih wakil harus mendongkrak elektabilitas paket keduanya, bahasa lainya menambah pundi-pundi suara bagi pasangan Mualem dengan wakilnya. Faktanya, saat ini saya mengibaratkan Mualem sedang makan buah simalakama (mundur kena maju kena). Penyebabnya dikarenakan Mualem sebelumnya sudah mengumumkan ke publik, bahwa wakilnya dari kalangan partai nasional. Tapi magnet politik di internal Partai Aceh berkehendak lain, karena inginnya tetap mengambil kader sendiri diduetkan dengan Mualem. Memang sih banyak diskusi berbagai narasumber mengatakan sosok Mualem masih dianggap berpeluang menang di Pilkada 2017. Malahan ada slogan ‘dipasangkan dengan siapa pun Mualem pasti menang’. Klaim dalam politik sah-sah saja, walau hasilnya sangat ditentukan dinamika politik yang berkembang. Tidak tertutup kemungkinan klaim itu gugur pada saat rakyat Aceh berkehendak memilih yang lain di Pilkada serentak di bulan Febuari 2017 nantinya.
Dampak terlalu kuat turbulensi yang terjadi di internal PA terkait pemilihan pendamping Mualem di Pilkada 2017 memunculnya banyak blok. Pengamatan saya ada 4 blok terdiri dari; blok pertama kalangan partai yang tergabung di dalam Koalisi Aceh Bermartabat, blok kedua pendukung T.A. Khalid yang berkeinginan menjadikan wakilnya Mualem, blok ketiga kalangan internal Partai Aceh sendiri yang berhasrat mengusung dari kalangan kader sendiri, dan blok terakhir kuda hitam untuk dipasangkan dengan mualem yaitu Amir Faisal.
Terlihat sekali pada saat pelaksanaan Musyawarah Partai Aceh Bansigom Aceh Tahun 2016 yang digelar di Hotel Grand Aceh pada Minggu 10 April 2016 berakhir ricuh. Dimana terasa nuansa tarik menarik kepentingan untuk memasangkan jagoannya menjadi wakilnya Mualem. Ada ketakutan jika bukan dari kader Partai Aceh maka soliditas mendukung Mualem akan terpecah dengan mendukung kandidat gubernur lain. Disebabkan ketakutan “paranoid”, bahwa akan berefek hingga ke level kabupaten/kota. Faktanya hasil dari Pilkada 2012 kader PA mendominasi menjabat sebagai bupati/walikota di 11 kabupaten/kota di Provinsi Aceh, meliputi; Sabang, Aceh Besar, Pidie, Bireun, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa, Aceh Jaya, Aceh Barat Daya, dan Pidie Jaya.
Hitung-hitung logika politik lainnya, bilamana memilih T. A. Khalid akan mengalami tidak solid yang berpotensi larinya dukungan dari Parnas kepada Mualem. Harus difahami juga, selama ini yang selalu dekat bersama Mualem dan selalu terdepan jika diperlukan Mualem adalah T.A. Khalid. Itulah yang membuat Mualem jatuh hati dengan T.A. Khalid, pesan tersiratnya beliau sudah banyak berkorban untuk T.A. Khalid, termasuk berhutang ke Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, karena telah memberi bantuan finansial pada saat Pilkada 2012. Efek politik balas budi akan memperkuat posisi T.A. Khalid berpasangan dengan Mualem. Apalagi faktor pengalaman berpolitik dan pernah di parlemen serta memiliki basis massa ada di T.A. Khalid beda dengan Abu Razak. Minimal sekali, T.A Khalid sudah memiliki basis massa yang loyal terhadap dirinya. Sedangkan Abu Razak tidak memiliki elektabilitas yang tinggi atau mengalahkan T.A. Khalid, karena dirinya belum diukur secara ilmiah melalui survei.
Penulis telah menjaring pandangan masyarakat melalui via sms, sosial media (BBM, WA, dan FB) banyak yang mengatakan tidak akan terjadi gejolak keamanan, jilkalau Mualem kalah. Disisi lain ada yang mengatakan Mualem harus berjiwa besar dan berlapang dada ketika dirinya kalah di Pilkada. Dalam pertarungan siap menang dan siap kalah. Kalau pun kita asumsikan hadirnya tindakan gejolak keamanan pemerintah memiliki alat negara yang bisa menangani gejolak keamanan yakni aparat Kepolisian dan TNI. Pada ketentuan hukum, siapa pun yang bermasalah dengan hukum tanpa terkecuali wajib di tindak dengan mekanisme penegakan hukum.
Keseluruhan analisis bisa berubah ketika posisi mengharuskan Mualem menang, dikarena deal politik dengan pemerintah pusat berhasil. Syaratya mengubah bendera dan memenangkan PA. Disisi lain regulasi ”Qanun” akan memincu polemik yang berujung perang elit politik ini sangat diuntungkan Mualem, karena posisi kandidat independent akan melemah atau tidak bisa berpartisipasidi Pilkada. Jikalau Qanun Pilkada memberatkan syarat bagi calon perorangan/independent. Tetapi jika terjadi penundaan karena situasi keamanan dan polemik regulasi yang tak kunjung selesai, maka penundaan akan menurunkan power (kekuatan) Mualem. Peluang ini dimanfaatkan bagi kandidat lain untuk meningkatkan elektabilitas dengan mengambil momentum atas meredupnya elektabilitas Mualem.
Mari bagi siapa pun tanpa terkecuali mematuhi regulasi dan peraturan yang mengatur proses jalannya Pilkada. Semua kandidat harus berbesar hati jika kalah dalam Pilkada nantinya, dan bagi pemimpin yang dipercayakan amanah oleh rakyatnya, semoga mampu untuk merangkul seluruh stake holder di Aceh, Sebagai manusia, selalu ada kelebihan dan kekurangan, mari saling melengkapi satu sama lain, jika memang para calon pemimpin dan yang akan menjadi pemimpin nantinya memiliki rasa untuk membuat Aceh yang lebih maju dan bermartabat seperti yang diinginkan oleh masyarakat Aceh terkhusus.
Aryos Nivada
(Pengamat Politik dan Keamanan Aceh)
Tulisan ini telah dimuat dalam harian Rakyat Aceh, terbitan 27 April 2016.

Menakar Peluang Irwandi Yusuf di Pilkada 2017

OLEH : ARYOS NIVADA 
DIHAJATAN ketiga kalinya (2006, 2012, dan 2017) Pilkada berlangsung di Aceh, sosok yang berkeinginan maju menjadi Gubernur Aceh mendatang periode 2017-2022 sangat banyak. Mereka semua berjumlah delapan orang yaitu; Abdullah Puteh, Ahmad Farhan Hamid, Irwandi Yusuf, Muzakir Manaf, Tarmizi Karim, T. M Nurlif, Zaini Abdullah, dan Zakaria Saman. Dalam tulisan ini tidak membahas semua kandidat, karena direncanakan akan saya ulas satu persatu, namun tidak berbarengan. Pekan lalu sudah tulisan satu sosok yaitu Muzakir Manaf dengan tulisan berjudul ”Prediksi Peluang Mualem di Pilkada 2017”, diterbitkan Harian Rakyat Aceh pada tanggal 27 April 2017.
Untuk tulisan ini memfokuskan kepada satu sosok saja yakni Irwandi Yusuf. Sosoknya pernah merasakan menjadi orang nomor satu di Aceh pada periode 2006-2012. Hanya saja takdir berkata lain, dirinya tidak menang pada Pilkada di tahun 2012 dengan berbagai penyebab yang melatarbelakangi. Tetapi tidak menyurutkan semangatnya berpartisipasi kembali pada Pilkada 2017. Tentunya perlu memahami kembali track record (rekam jejak) terhadap Irwandi Yusuf. Tujuannya memberitahukan siapa Irwandi Yusuf bagian dari pendidikan politik memahami kandidat yang nantinya di pilih pada Pilkada 2017. Keinginan Irwandi Yusuf sama selayak kandidat lainnya ingin membawa perubahan bagi Aceh dalam segala aspek pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Pendekatan dalam menguji track record (rekam jejak) Irwandi Yusuf melalui Analisis SWOT : kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats). Analisis Swot ini bertujuan untuk memetakan sekaligus melakukan evaluasi terhadap potensi diri kandidat/personal seseorang yang ditinjau dalam empat hal tersebut. Pembuatan analisis SWOT sudah dengan menggunakan data primer dan sekunder diolah dalam tulisan ini.
Kekuatan (strengths)
Sebelum tulisan ini dibuat, Jaringan Survei Inisiatif telah membuat analisis SWOT untuk seluruh kandidat gubernur Aceh mendatang. Dari kajian kami di lembaga mendapatkan cukup banyak kekuatan dari sosok Irwandi Yusuf sebagai modalitas dirinya maju di Pilkada 2017. Modalitas paling penting yaitu masih kuatnya dukungan (elektabilitas) masyarakat Aceh kepada Irwandi Yusuf. Dibuktikan dari berbagai hasil survei partai politik dan lembaga survei menempatkan dirinya di posisi pertama dengan rentang angka yang tinggi. Pernah memiliki terobosan program dan kebijakan yang selalu diingat masyarakat, seperti Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), Alokasi Dana Gampong (ADG,) Aceh Green, Beasiswa anak yatim piatu, kredit Peumakmu Nanggroe, dan lain-lain.
Selain itu modal cerdas, merakyat, berkarakter dan berpengalaman di pemerintah ada di dirinya, memiliki sedikit suara dari partainya “Partai Nasional Aceh” hanya sebesar 3 kursi di DPRA. Modalitas lainnya memiliki akses jaringan keluar negeri serta ada dukungan dari kalangan eks kombatan dan GAM yang masih loyal terhadap dirinya. Dan bertipikal rajin turun ke daerah. Sebelum blusukan Jokowi populer Irwandi sudah melakukannya dengan itilah “kunlap” alias kunjungan lapangan. Satu hal lagi terlupakan, jika Irwandi Yusuf (IY) memilih wakil yang memiliki elektabilitas yang dapat menambah suaranya merupakan kekuatan IY meningkatkan besaran elektabilitasnya. Kalau dirinya berpasangan dengan T. Setia Budi, maka itu menjadi kelemahan. Tetapi kalau berpasangan dengan Ridwan Abubakar (Nek Tu) atau Muzakir Manaf, atau usulan partai maka itu sebuah kekuatan.
Kelemahan (weaknesses)
Paling terlihat di publik kelemahan Irwandi Yusuf kemampuan finansialnya lemah, namun tertutupi dengan nilai kerelawanan dari tim pendukungnya. Ini juga mempengaruhi kerja-kerja tim pemenangan Irwandi Yusuf, Jika dibandingkan Zaini Abdullah dan Tarmizi Karim, dimana mereka berdua sangat banyak kegiatan ke lapangan dalam upaya mempengaruhi pemilih dilakukan. Ini juga mempengaruhi elektabilitas IY yang awalnya sebagai kekuatan berubah menjadi kelemahan. Disebabkan lemahnya kegiatan meraih dukungan pemilih, dikarenakan dana yang minim. Terbukti hanya survei kedua IY mengalami penurunan, walaupun tidak terlalu signifikan penurunannya dari survei pertama Jaringan Survei Inisiatif lakukan. Dalam amatan saya, tim-tim yang sudah dibentuk belum terintegral dan memiliki mekanisme sistem yang terkontrol. Itu menjadi sebuah kelemahan juga yang patut di perbaiki jika ingin menang. Saat ini semua kendali tim pemenangan berada di pundak Irwandi Yusuf, Seharusnya ada think tank dirinya yang berada di dalam dan luar sehingga mampu mengendalikan pergerakan tim yang bekerja memenangkan Irwandi Yusuf.



Hal lain dikatagorikan kelemahan yaitu masih bimbangnya sikap dari Irwandi Yusuf (IY) sendiri, dikarenakan belum ada partai mendukung dan belum bergeraknya tim Irwandi Yusuf dalam mengumpulkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Walaupun pengalaman di tahun 2012 tim IY berhasil mengumpulkan KTP dalam rentang waktu dua bulan. Tidak menutup kemungkinan bisa dilakukan hal serupa oleh timnya. Tetapi sebaliknya jika ada dukungan partai politik terhadap dirinya, maka bukan lagi sebuah kelemahan jika mengambil jalur independent. Karena upaya mewujudkan itu dilakukan IY dalam membangun komunikasi lintas partai. Dibuktikan mendaftar dirinya ke partai Demokrat dan Nasdem untuk diusung pada Pilkada nantinya. Kelemahan yang teridentifikasi lainnya adalah kurang mampu merajut kembali orang-orang tersakiti semasa dirinya menjadi gubernur.
Peluang (opportunities)
Untuk peluang yang dapat dimanfaatkan IY secara eksternal, dimana hasil dari kajian SWOT Jaringan Survei Inisiatif hanya mendapatkan lima peluang teridentifikasi dari berbagai data dan informasi. Pertama; masih ada pendukung birokrat/Pegawai Negeri Sipil (PNS) terlihat dari sekian banyak kalangan yang ditanyakan masih berkeinginan di pimpin IY. Pertimbangannya lebih terasa di kepemimpinan IY. Kedua; dukungan dana dari para pihak sangat berpotensi dimanfaatkan sebagai peluang untuk mencukupi dukungan logistik. Apalagi dirinya secara elektabilitas survei masih teratas, otomatis bagi investor atau mereka yang peduli terhadap IY akan menggelontorkan uangnya membantu IY. Ketiga; dukungan dari kalangan elit penguasa di pusat. Dimana upaya itu terlihat, ketika IY secara rutin berkunjung dan berkomunikasi dengan para petinggi elit penguasa pemerintaah saat ini. Keempat; peluang mendapatkan dukungan dari partai politik lainnya sangat besar, jika basis pengusungan partai politik berdasarkan hasil survei. Dan terakhir kelima dukungan dari kawula muda dan relawan yang besar.
Ancaman (threats)
Modus dari strategi yang disusun lawan politiknya IY begitu terlihat dan terbaca oleh publik. Dimulai dari mengusut kasus korupsi yang diindikasikan terlibat IY di dalamnya. Salah satunya kasus di BPKS Sabang membuat dirinya dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun hanya sebatas saksi saja. Ancaman yang berpotensi dilakukan lawan politik yaitu diperketat syarat calon independent (perorangan) sehingga membuat IY kesulitan. Ancaman ini tidak hanya dirasakan oleh IY semata saja, karena Zaini Abdullah dan Zakaria Saman akan mengalami hal serupa dengan IY yang dipersulit lawan politik. Tujuan utama membuat kandidat independent (perorangan) tidak bisa maju di Pilkada 2017. Ancaman lainnya adalah dilakukan intimidasi dan kekerasan terhadap pemilih agar memilih sesuai arahan pelaku untuk kepentingan salah satu kandidat.
Begitulah sosok Irwandi Yusuf dalam analisis saya dengan pendekatan analisis SWOT. Tinggal bagaimana sikap pilihan masyarakat Aceh bersikap terhadap dirinya pada Pilkada 2017. Semua harus dipelajari track record (profil) sang kandidat agar tidak menyesal dalam menentukan pilihan, karena salah memilih rugi untuk lima tahun ke depannya. Perubahan Aceh ditentukan dari partisipasi masyarakat Aceh pada saat Pilkada 2017 berlangsung nantinya.
Penulis merupakan Direktur Eksekutif Politik Desain
Menang Pilkada Dengan Sihir Politik

Strategi Memenangkan Pilkada:
Menangkan Pilkada Dengan Sihir Politik

Banyak hal yang harus dilakukan kandidat untuk memenangkan pertarungan Pilkada. Salah satunya adalah menggunakan “Sihir Politik”. Kandidat harus mengusai ilmu “Sihir Politik” ini bila ingin sukses. Namun jangan salah paham, sihir disini bukan lah sihir klenik irasional yang biasa digunakan oleh paranormal dan dukun. Sihir Politik disini adalah cara ilmiah, rasional dan mempertimbangkan aspek psikologi massa.
 
Pada prinsipnya sihir adalah suatu cara atau metode yang dilakukan seseorang untuk mempengaruhi pikiran dan tindakan orang lain agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu sesuai yang diinginkannya. Demikian juga dengan “Sihir Politik”, adalah suatu metode yang dilakukan oleh kandidat untuk menggerakan tim dan pemilih agar memilih dirinya pada Pilkada.
 
Dalam sihir dikenal adanya mantera atau kalimat-kalimat sakti yang harus diucapkan oleh sang dukun untuk mengeluarkan kekuatan sihirnya. Demikian juga dalam Sihir Politik, juga ada mantera-mantera yang digunakan untuk mempengaruhi pikiran dan tindakan pemilih agar melakukan apa yang kandidat harapkan.
 
Sihir Politik memilki dua mantera, yaitu “BUKTI” dan “JANJI”. 
BUKTI adalah berbagai hal yang sudah benar-benar bisa dirasakan oleh pendukung atau pemilih saat ini. Bukti ini bukan sesuatu yang akan terjadi tetapi yang sudah dan sedang terjadi atau dirasakan. BUKTI ini bisa menyangkut program-program pembangunan, bantuan langsung, pemberian materi seperti uang, sembako dan lain sebagainya.
 
Semakin besar BUKTI semakin kuat sihir politik. Oleh karena itu dalam Pilkada kita sering melihat ada kalimat “Kami memberikan BUKTI bukan JANJI”. Slogan semacam ini biasa digunakan oleh para petahana untuk menyihir pemilih. Petahana ingin mempengaruhi pemilih dengan menunjukan keberhasilan pembangunan selama ini. Bagi Kandidat penantang mungkin tidak bisa memberikan BUKTI sebanyak petahana. Namun demikian setiap kandidat yang ingin menang Pilkada harus bisa memberikan BUKTI walaupun sedikit. Praktek di lapangan, kandidat yang tidak memberikan BUKTI sama sekali banyak yang tidak bisa meraih suara besar.
 
Apa yang harus dilakukan penantang?
Bila kandidat tidak bisa memberikan BUKTI yang besar maka ia harus memberikan JANJI yang besar. JANJI adalah mantera sihir politik selain BUKT. JANJI adalah imbalan atau keuntungan yang akan diberikan bila sesuatu tercapai. JANJI Politik adalah imbalan atau keuntungan yang akan diberikan bila kandidat memenangkan Pilkada. JANJI Politik bisa berupa program, kebijakan, kemudahan atau materi yang bakal diberikan kepada pemilih bila kandidat memenangkan Pilkada.
 
Oleh karena itu, kandidat harus memberikan BUKTI yang besar bila tidak mau memberikan JANJI yang besar. Dan sebaliknya, bila kandidat tidak bisa memberikan BUKTI yang besar maka ia harus memberkan JANJI yang besar. Kombinasi BUKTI dan JANJI ini lah yang merupakan Sihir Politik ampuh yang bisa menggiring pemilih untuk memilih kandidat.
 
Ahh...Teori!!
Saya akan memberikan satu contoh bagaimana teori Sihir Politik ini dipraktekan dalam memobilisasi tim Saksi TPS. Bagi orang yang pernah menjadi kandidat Pilkada atau pernah jadi tim Sukses Inti pasti akan paham, salah satu persoalan yang cukup menyita dana adalah persoalan pembentukan Saksi TPS. Untuk pilkada kabupaten, kandidat rata-rata harus menggerakan 1.000 saksi dalam TPS. Bila honor satu saksi TPS sebesar Rp.150.000 maka satu kandidat membutuhkan dana cash Rp.150.000. Artinya dana itu harus tersedia cash minimal 2 hari sebelum hari H. Jumlah ini tentu lumayan besar.
Bagi kandidat yang tidak memilki uang cukup, maka bisa menggunan Sihir Politik untuk menyiasatinya. Kandidat bisa memberikan “BUKTI” honor saksi TPS sebesar Rp.50.000. Ini tentunya sebuah BUKTI yang kecil. Oleh sebab itu, kandidat harus memberikan JANJI yang besar. Kandidat harus memberikan JANJI ke tim saksi TPS akan diberikan bonus besar bila di TPS tersebut meraih suara besar. Misalnya diberi JANJI akan diberi satu sepeda motor. Sihir Politik ini tentunya mengandung resiko yang harus ditanggung kaandidat bila berhasil meraih suara besar. Ini soal pilihan dan keberanian. Jangan berani coba-coba bila tanpa pendamping..he..he..

Ingin Menang, Tak Siap Kalah

PEMILUKADA Kabupaten Bungo tahun 2011 dinilai sebagai penyelenggaraan pesta demokrasi terbaik di Provinsi Jambi. H Sudirman Zaini SH MH dan H Mashuri SP ME berhasil memenangkan pemilihan bupati dan wakil bupati Bungo periode 2011-2016. Tidak adanya gugatan dari calon yang kalah membuat langkah pasangan ini menuju pucuk pemerintahan di Bungo berjalan mulus.

Masyarakat Bungo membuktikan bahwa mereka sudah menyadari arti demokrasi. Tidak bisa dipungkiri, di setiap pemilukada di Provinsi Jambi ada saja calon yang kalah menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tujuannya tentu saja untuk menggagalkan kemenangan calon terpilih. Namun sialnya, hampir seluruhnya pula gugatan calon yang kalah itu ditolak oleh MK.


Satu-satunya di Jambi gugatan yang dikabulkan MK terjadi dalam Pemilukada Kabupaten Tebo. Pasangan Yopi - Sapto yang sebelumnya sudah memenangkan pemilihan bupati dan wakil bupati Tebo periode 2011-2016 akhirnya batal dilantik, lantaran MK mengabulkan gugatan pasangan Suka – Hamdi. Menariknya lagi, MK justeru malah memerintahkan agar pemilukada di Tebo diulang.

Setelah dilakukan pemilukada ulang, pasangan Suka – Hamdi akhirnya menang. Kemenangan itu terang saja membuat berang kubu Yopi. Alhasil, walau Ketua Partai Demokrat Provinsi Jambi, H Hasan Basri Agus, sudah mewanti-wanti agar tidak ada lagi gugat-menggugat, pasangan Yopi-Sapto yang memakai perahu Partai Demokrat tetap saja mengajukan gugatannya ke MK.

Skor jadi 1-1. Setelah Yopi – Sapto gagal dilantik, Suka – Hamdi juga mengalami hal serupa, karena masih menunggu hasil putusan MK. Yang jadi masalah, masa jabatan bupati lama, Madjid Mu’az, sudah habis, sehingga mengancam terjadi kekosongan kepemimpinan dalam pemerintahan Kabupaten Tebo. Penunjukkan Abdullah sebagai pelaksana harian bupati pun bermasalah, karena di tubuh DPRD Tebo terjadi pula gontok-gontokan soal pemberhentian Madjid Mu’az.

Aksi gugat-menggugat ke MK pasca pemilukada di Jambi terjadi hampir di seluruh kabupaten dan kota. Diantaranya di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar). Bupati dan wakil bupati terpilih, Usman – Katamso, digugat oleh incumbent Safrial yang gagal mempertahankan “takhtanya”. Pelantikan Usman-Katamso akhirnya molor sebulan lebih dari jadwal semestinya.

Hal serupa terjadi di pemilukada Muaro Jambi, Batanghari, Sarolangun dan Sungai Penuh. Seluruh calon yang maju kelihatanya hanya ingin menang saja, tanpa pernah menyiapkan diri untuk menerima kekalahannya. Karena itulah, hasil pemilukada Bungo yang bersih dari gugatan dianggap sebagai sebuah kedewasaan para kandidat yang maju mencalonkan diri menjadi kepala daerah.

Beruntung, dalam berbagai organisasi yang ada di bumi pertiwi ini “trend” gugat-menggugat oleh pihak yang kalah tidak “sepopuler” gugatan pemilukada. Meski ada riak-riak ketidak-puasan, dalam organisasi apapun, umumnya para kandidat yang kalah bisa menerima kekalahannya, termasuk dalam organisasi profesi wartawan.

Mudah-mudahan saja mereka yang pernah kalah dalam pertarungan berebut kursi ketua itu benar-benar “diam” karena telah melek demokrasi. Sekiranya nanti mereka ikut mencalonkan diri menjadi kepala daerah, tentu saja mereka sudah lebih siap dalam menerima kekalahan. Bisa jadi kehidupan berdemokrasi di negara ini perlu belajar banyak dari negeri bernama “organisasi”. ***